Bagikan kepada teman-teman anda ...

SECUIL PENGALAMAN AWAL PANGGILANKU 

SEBAGAI SEORANG SUSTER TMM

(Sr. Epivany Ongirwalu, TMM)

 

Pengantar

Syalom para sahabat ter-love, salam jumpa untuk pertama kali lewat media ini. Bertepatan dengan hari minggu Panggilan tanggal 8 Mei 2022 saya diminta oleh Tarekat melalui Suster sekertaris untuk mengisi tulisan pada media Web Tarekat tercinta. Maka pada kesempatan indah ini saya mengkisahkan secuil pengalaman awal panggilanku sebagai suster Tarekat Maria Mediatrix sebagai berikut:

1.   Kisah Cinta dalam Keluargaku 

Saya lahir sebagai anak sulung dari enam bersaudara di desa Lamdesar Timur, sebuah desa yang terletak di bagian timur pulau Larat, Tanimbar Utara, Maluku Tenggara Barat. Penganut desa ini terdiri dari pelbagai macam denominasi yakni Gereja Protestan Maluku, Gereja Katolik, Gereja Kristen Pantekosta, Gereja Bethel Injil Sepenuh dan penganut Agama Islam. Sejak kecil, saya sudah hidup dalam suasanayang kental dengan pluralisme, suasana yang mengajarkanku bagaimana harus saling bekerjasama, menghormati dan menghargai sesama dari agama lain.

Ayahku, Selestinus Ongirwalu dan Ibuku, Anselma Loran, adalah pribadi-pribadi yang sangat saleh, sederhana, hidup berdampingan dengan sesama dan pekerja keras. Mereka berdua sangat rajin, tekun dan selalu berdevosi kepada Hati Kudus Yesus,  sebagai dasar, harapan dan tumpuan   hidup keluarga karena Ayahku sebagai pendiri dari Kelompok Doa Konfreria Apostolat di desa kami. Kepada Hati Kudus inilah, mereka mempersembahkan, menyerahkan dan mempercayakan perjalanan hidup keluarganya setiap hari. Belajar dari kualitas Hati Kudus Yesus inilah, kedua orang tuaku mengajarkan, mendidik, membina, menuntun dan menunjukan kepada kami, anak-anaknya, bagaimana seharusnya membagikan nilai-nilai Hati Kudus dengan saling mengasihi satu sama lain, saling bekerja sama, saling bertanggung-jawab, saling menjaga dan melindungi adik-adikku. Bahkan lebih jauh lagi, kami diajarkan untuk membagikan makanan, belajar membantu dan menerangkan kepada adik-adik tugas-tugas pekerjaan rumah yang diberikan guru, tugas yang sering sulit dimengerti oleh mereka. Dasar-dasar hidup sebagai pengikut Hati Kudus, yang ditanamkan oleh orang tuaku, membuatku tidak mengalami kesulitan ketika bersosialisasi di tengah masyarakat dan berpengaruh membentuk hidupku saat hidup dalam biara. Dengan pegangan hidup yang sudah ada, saya bisa membaur dengan orang-orang dari agama lain, dan belajar hidup dalam harmoni dengan mereka, menghargai dan menerima teman-teman lain yang berbeda agama, tanpa adanya diskriminasi.

Selain berdevosi kepada Hati Kudus Yesus, kedua orang tuaku, meskipun sibuk, selalu menyediakan waktu untuk berdoa doa angelus setiap hari, tepatnya pada jam 12.00 siang danjam 6.00 sore. Selain itu, mereka selalu mengajariku bagaimana cara berdoa mengikuti perayaan sabda dan Ekaristi setiap minggu. Saya selalu diingatkan untuk berdoa setiap saat: sebelum tidur dan sesudah bangun tidur, sebelum makan dan setelah makan, dengan doa-doa yang sederhana dan terpenting yaitu doa Bapa kami dan salam Maria. Bagiku, kedua orangtuaku adalah “The first gardener” (tukang kebun pertama) yang menanamkan bibit panggilan didalam hatiku untuk mengikuti Kristus lewat kehidupan membiara.

Selain menanamkan didalam hati dan hidup kami nilai-nilai hidup yang baik, ayahku, walaupun bukan seorang katekis, sebagai ketua dewan stasi, dan ketua kelompok perkumpulan doa

“Konfreria Apostolat” yang berdevosi khusus kepada Hati Kudus Yesus, sangat aktif dan terlibat didalam kegiatan paroki. Kalau pastor paroki berhalangan untuk mengujungi desa kami, beliaulah yang memimpin Ibadat sabda pada hari minggu, pada hari jumat pertama, dan juga memimpin ibadat sabda bagi umat stasi yang meninggal. Karena pengabdiannya yang luar biasa, para suster TMM waktu itu sering memanggil beliau sebagai “diakon awam.” Itulah kharisma yang diberikan Tuhan kepada ayahku untuk membangun dan melayani anggota tubuh Kristus.

 Ada juga pengalaman lain yang membuat saya selalu merasakan bahwa Tuhan itu sungguh hadir di dalam Sakramen Maha Kudus yang ditatahkan di dalam Tabernakel. Pengalaman itu adalah bahwa saya dan adik-adik selalu ditugaskan oleh kedua orang tuaku untuk  membawa minyak tanah dan menuangkan pada lentera  lampu kudus pada tabernakel di gereja setiap sore agar supaya ada cahaya yang tetap bernyalah di  depan Sakramen yang Maha Kudus, yang tersimpan di tabernakel.  Lebih jauh lagi, tanpa mengenal rasa lelah, mereka juga selalu mengajak kami, anak-anaknya, untuk bersama-sama megikuti doa lingkungan, acara devosi kepada hati kudus Yesus pada hari jumat pertama dan tiap bulan juni serta berdevosi kepada bunda Maria pada bulan Mei – oktober dan setiap hari sabtu pertama dalam bulan.

Sikap dan teladan hidup dari kedua orangtuaku-lah yang memberikan motivasi kepada kami, anak-anaknya, untuk selalu menyadari  kehadiran Tuhan ditengah-tengah kehidupan dan Lilin yang bernyala dihadapan  Bunda Maria dan Hati Kudus Yesus di rumah, menjadi tanda kehadiran Tuhan di tengah keluarga. Dari situasi hidup doa yang kental dalam keluargalah, saya belajar mengenal

Tuhan secara lebih hidup dan nyata. Hal ini diperkuat lagi dengan suasana pendidikan iman katolik yang baik, yang saya alami sejak menikmati pendidikan pada sekolah sekolah katolik mulai dari SD Naskat Lamdesar Timur, SMP St. Dominikus Savio Larat dan SMA Coryesu Larat.

 Dari kesederhanaan keluarga seperti inilah iman saya lambat laun makin bertumbuh dan akhirnya mendorongku untuk mengikuti kristus dalam panggilan hidup membiara. Sebagai anak pertama, yang dibaptis  dengan nama Epifania Ongirwalu dan yang  menerima komuni pertama dan krisma di Gereja St. Joseph, diantara enam bersaudara (4 putri dan 2 putra), saya dipanggil oleh Tuhan untuk mengikutinya melalui Tarekat Maria Mediatrix, dengan mengabdikan hidup sepenuhnya sebagai seorang Suster Tarekat Maria Mediatrix. Dalam kelimpahan berkat Tuhan ini jugalah, adikkuyang laki-laki, memutuskan untuk mengabdikan dirinya seutuhnya sebagai seorang Imam Diosesan.

2. Awal Kisah Jatuh Cinta menjadi  Suster TMM  

Kalau saya menengok kembali masa kecilku, maka dengan jujur, saya berani mengatakan bahwa saya bukanlah seorang anak yang saleh, cerdas, atau berbakat. Saya hanya seorang gadis desa yang sederhana, yang senantiasa setia membantu orang tuaku membersihkan halaman rumah, mencuci piring, mencuci pakaian dan pekerjaan sederhana yang lain, serta sangat suka bermain pelbagai macam permainan sebagai seorang anak bersama dengan adik-adik di rumah dan temanteman yang sebaya denganku. 

Saya jatuh cintah pertama kali untuk menjadi suster TMM justru pada saat saya diselamatkan oleh kuasa kasih Tuhan dari bahaya maut yang ada di depan mata. Peristiwa yang mengerikan itu terjadi ketika saya berada pada Sekolah Menengah Atas tahun pertama. Kami, yang terdiri dari 15 pelajar, bersama dengan dua Suster TMM  (Sr Alfonsa Batfin TMM dan Sr. Agustina Farneubun TMM) mengadakan perjalanan pulang dari stasi, sesudah kami merayakan Tri Hari Suci,  dengan sebuah motor perahu menuju kota Larat.  Karena tiupan angin dan gelombang yang besar,perahu yang kami tumpangi, mengalami musibah dan hanyut di laut lepas yang gelap dan mengerikan selama semalam suntuk.Menghadapi situasi yang demikian mengerikan, saya merasa sangat takut, cemas dan gelisah. Namun di balik rasa takut yang luar biasa itu, saya masih mempunyai setitik pengaharapan dan iman yang teguh akan kasih Tuhan lewat kehadiran kedua Suster TMM yang ada bersama kami. 

Di dalam batinku, saya percaya bahwa Tuhan akan menyalamatkan kami karena kehadiran dua orang suci, yang berjubah, dua orang kepercayaan Tuhan itu. Dan memang benar adanya karena  pengharapan dan imanku menyelamatkan kami dari bahaya maut. Akhirnya kami selamat dari musibah yang mengerikan itu dan berhasil  berlayar kembali menuju kota dan tiba dengan selamat.

Pada saat itulah benih panggilanku untuk mejadi seorang suster TMM mulai bersemi. Ada rasa kertarikan yang sangat kuat untuk menjadi seroang biarawati. Akan tetapi, saya menyimpannya sendiri di dalam lubuk hatiku yang terdalam, tanpa diketahui oleh orang lain.Di dalam kesunyian dan ketenangan batin, saya hanya berdoakepada Tuhan: “Jika Engkau mencintaiku dan memilihku untuk menjadi seorang suster di kemudian hari,biarlah  waktu yang akan menentukannya”. 

Namun, dengan berlalunya waktu, saya, yang saat itu masih mengenyam SMA kelas 2,  mulai melupakan mimpiku untuk menjadi seorang biarawati, seorang suster TMM. Lebih jauh lagi, rasa tertariku untuk menjadi biarawati hilang lenyap di telan bumi. Walaupun demikian, Tuhan tidak melupakan mimpi dan janjiku yang pernah aku buat untuk menyerahkan diri secara total kepada Dia. Tanpa aku bayangkan, pada saat saya mau menghadapi ujian akhir,Sr. Alfonsa TMM, salah satu dari suster yg pernah hanyut bersama kami mengambil inisiatip untuk berbicara secara pribadi dengan saya. Dia mengingatkanku kembali akan pengalaman jatuh cintaku untuk mau menjadi biarawati. 

Dengan penuh kelembutan, dia mengajakku untuk memilih hidup sebagai seorang biarawati seperti dia. Dia mengatakan kepada saya bahwa saat ia melihat saya menghadapi perisitiwa musibah di laut dengan penuh iman, sejak saat itu, dia sebenarnya ingin mengajak saya untuk menjadi seorang suster, tetapi menurut dia, waktu saat itu belum tepat. Oleh karena itu, kerinduanku untuk menjadi seorang biarawati muncul lagi secara kuat dan hidup, pada saat dia bercakap-cakap bersamaku dan mengajakku untuk masuk hidup membiara.Tanpa ragu, saya memutuskan untuk menjadi seorang biarawati dalam tarekat TMM karena cintah pertamaku ternyata belum memudar. Saya, dengan penuh keyakinan, mengajukan lamaran untuk masuk tarekat Maria Mediatrix (TMM) di Ambon. Saya merasa sangat bersyukur kepada Tuhan karena lamaranku diterima oleh Sr. General dan Dewannya, tanpa ada hambatan. 

3. Menanggapi Panggilan Tuhan

Sebagai lanjutan dari penerimaanku, saya langsung bergabung dengan Tarekat Maria Mediatrix, pada tgl 8 desember 1990 menjadi aspiran. Sesudah Memberi diri bergumul untuk dibina, dan mengenyam suka-duka selama setahun pada masa postulan dan masa Novisiat selama 2 tahun.   Akhirnya hari bahagia yang dinantikan menjadi kenyataan, pada 8 Desember 1993 di Rumah retreat Gonsalo Ambon, saya mengingkrarkan kaul pertama bersama ke 5 temanku yang lain salah satu diantaranya adalah Sr. Margarethis Pemimpin Umum Kita sekarang. Dalam proses Perjalanan hidup sebagai suster Yunior selama 8 tahun saya belajar untuk semakin menyadari dan menghayati kehadiran Allah dalam setiap peristiwa suka duka hidup yang kualami dalam hidup dan dalam tugas pelayananku, akhirnya lamaran saya untuk mengikrarkan Kaul kekal, diterima dan saya diperkenankan untuk mengikrarkan kaul kekal Pada 8 desember 2001 di Yogyakarta sebagai suster Yunior yang di tugaskan untuk menjalani tugas perutusan sebagai suster study waktu itu. 

Perjalanan Panjang Pengenalan akan Tuhan Yesus melalui berbagai tugas dan pekerjaan yang kujalani, saya semakin mengenal, mencintai dan mengikuti Yesus secara Pribadi, dan radikal melalui Ketiga Kaul yang kuikrarkan dan  saya bersyukur karena Tuhan Yesus  masih mengisinkan saya untuk merayakan Pesta Perak Kaul saya pada tanggal 8 desember 2018 di Ambon. Tahun ini saya akan memasuki 29 tahun menghidupi kaul-kaul suciku sebagai Religius TMM.  Tentang penghayatanku untuk menghidupi ketiga kaul dan jatuh bangunnya, akan saya lanjutkan lagi dilain kesempatan jika masih diijinkan untuk menyapa anda pada media ini karena tulisan ini akan terkesan panjang.

4. Refleksi Penutup

Pertama; Setiap manusia pasti takut mengalami musibah, baik musibah di darat, di laut dan di udara. Mengapa? Karena musibah selalu merujuk kepada kematian yang ada di depan mata kita. Lagi pula, musibah selalu menggoreskan trauma luka batin yang dalam. Namun demikian, pengalaman hidupku agak menantang arus mentalita cara berpikir manusia normal dalam menghadapi musibah. Justru karena pengalaman musibahlah, aku jatuh cinta kepada Tuhan dan mendengar suara panggilan-Nya untuk menjadi seorang suster TMM, justru karena musibahlah aku memutuskan untuk mengabdikan seluruh hidupku untuk mengikuti jejak Pendiri, Uskup Johannes Aerts MSC, yang mendirikan tarekat TMM pada 1 Mei 1927, sebagai tarekat pribumi di Maluku. 

Dialah seorang misionaris Hati Kudus yang sejati,yang hidupnya berakar dalam kuasa cinta Hati Kudus Yesus dan yang tergerak untuk membagikan kuasa cinta itu kepada dunia tersitimewa dalam melayani orang miskin dan menderita pada jamannya. Hal ini memacu saya untuk tidak takut menghadapi musibah karena pasti Tuhan menolong saya melalui cara Tuhan sendiri.

Kedua; Saya bersyukur bahwa saya dibesarkan dalam keluarga dengan penuh cinta oleh kedua orang tuaku. Dalam suasana cintah itulah, saya hidup, bertumbuh, bergerak dan berada sebagai anak yang sulung. Bibit-bibit cinta yang sudah tertanam sejak hidup bersama orang tua itulah juga, yang membuat saya peka terhadap kuasa cinta yang menyelamatkanku dari musibah, yang membuatku tergerak mengikuti, menghayati dan menghidupi jejak-jejak cinta Pendiri yang ditularkan oleh suster-suster senior tarekat TMM. 

Ketiga; Berhadapan dengan kebaradaanku sebagai biarawati TMM  saat ini, dalam situasi dn kondisi dunia dengan arus globalisasinya yang menantang  ini,  saya mau bilang bahwa pilihan bebas saya sejak awal  untuk mengikuti Yesus dalam TMM menyadarkan saya untuk menyadari sisi keilahian dari panggilan saya bahwa Panggilan ini berasal dari inisiatif Tuhan Yesus yang memanggil, mencari saya dan mencintai saya. Dia Pemilik kebun anggur/pemilik perusahan yang akan melengkapi apa yang kurang dalam diriku sebagai pekerja di Ladang PerusahanNya. Yang Yesus cari adalah orang yang mau bekerja keras, mau dengan pilihan sadar lewat kaulnya untuk  tidak menikah demi Kerajaan Allah, orang yang bekerja keras namun tidak mau  mendapat bayaran atau upah sebagai guide dan pelayan bagi orang-orang kecil, miskin, lapar dan berbeban berat karena tidak dapat menemukan Allah dan tak dapat pula menemukan cinta dari sesamanya.  Orang yang menyadari diri sebagai pekerja yang berkerja di Ladang Tuhan, harus membawa persediaan energi: pengabdian tanpa pamrih, keceriaan/sukacita, kecerdasan untuk memilah yang baik dari yang jahat, kejujujuran dalam tugas pengabdian dan keteguhan/kerelaan hati untuk berbagi dengan dunia yang hanya memiliki sedikit pengabdian, sedikit keceriaan, sedikit kecerdasan dan sedikit keteguhan dan ketulusan. 

           Bayaran dari upah kita adalah dalam betuk rahmat-rahmat; dan rahmat yang ia janjikan yakni

Hidup Kekal.  Dan inilah yang menngembirakan kita yang terpanggil mengikuti Yesus menjawab Panggilan Khususnya sebagai Biarawati, biarawati dan Imam.  Demikian kata Yesus: “Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal(Bdk. Matius 19:29).

Silahkan download file PDF dari refleksi ini di sini: Refleksi Sr. Epivany